Gede Prama
sumber : www.detik.com
Ada sejenis kecemburuan tersendiri kalau saya melihat seorang pelukis sedang melukis. Melalui kegiatan bercakap-cakap dengan diri sendiri, seorang pelukis kemudian mengungkapkan hasil percakapan tadi ke dalam sebuah lukisan. Sehingga bagi siapa saja yang cukup peka untuk memaknai karya seni, ia bisa menerka percakapan apa yang terjadi di balik banyak lukisan.
Agak berbeda dengan pelukis di mana lukisanlah salah satu hasil percakapannya dengan diri sendiri, kita manusia biasa memiliki juga hasil dari percakapan panjang kita bersama diri sendiri. Dan hasil yang paling representatif adalah badan yang kita bawa kemana-mana selama hidup. Atau kalau mau lebih dalam, jiwa adalah salah satu hasil lain dari percakapan jenis terakhir ini.
Dilihat dalam bingkai berpikir seperti ini, hidup ini isinya serupa dengan kegiatan melukis. Bedanya dengan pelukis, kita sedang melukis diri kita sendiri. Mirip dengan pelukis, ada aspek yang disengaja ada juga aspek yang tidak disengaja. Dan percakapan adalah kuas, kertas, warna yang menjadi bahan-bahan kita dalam melukis. Dalam tingkat penyederhanaan tertentu, apapun yang kita percakapkan dengan diri sendiri akan memberikan warna terhadap lukisan (baca : wajah) kita sendiri. Continue reading →